Era 1970an
Indonesia di era 1970an merupakan negara yang baru akan berkembang. Teknologi Informasi baru mulai diperkenalkan di Indonesia, serta didominasi oleh instansi Pemerintah seperti Pertamina dan Pemda DKI. Secara umum, daya beli masyarakat dan swasta nasional masih sangat lemah. Pada saat tersebut, sebuah instalasi komputer dapat berharga jutaan dollar, menempati ruangan yang besar, serta membutuhkan listrik dan pendinginan yang besar. Teknologi komunikasi data pada saat tersebut bekisar antara 50 - 300 baud.
Di lingkungan Universtas Indonesia (UI), Teknologi Informasi dirintis seorang dosen dari Fakultas Kedokteran, yaitu Indro S. Suwandi PhD (m. 1986). Almarhum setelah mendirikan Pusat Ilmu Komputer (PUSILKOM) UI pada tahun 1972 hanya dengan modal semangat dan idealisme. Almarhum, kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka yang memperkenalkan teknologi ini, baik di kalangan perguruan tinggi maupun industri.
PUSILKOM UI berusaha untuk eksis dengan mengolah ujian masuk UI, memberikan konsultasi, serta kuliah-kuliah. Kemudian terlibat secara mendalam dalam ujian bersama SKALU (Lima Universitas Negeri), serta berbagai kegiatan konsultasi dan layanan teknologi mulai digeluti secara lebih serius. Semula, PUSILKOM UI berkedudukan di sebuah ruangan di Fakultas Kedokteran, namun kemudian memperoleh suatu gedung berlantai 4 di kampus Salemba, yang sampai saat ini masih dipergunakan secara aktif bersama program studi Magister Ilmu Komputer.
Pada awalnya, kegiatan komputasi sepenuhnya diselenggarakan di Pemda DKI dan Pertamina. Setelah menerima bantuan dua buah mesin Punch Card dari Ford Foundation, sebagian kegiatan dipindahkan ke kampus Salemba. Menjelang akhir tahun 1970an, PUSILKOM telah memiliki dua komputer mini Data General (C/300 dan C/150) berbasis sistem operasi AOS.
Pada masa ini pula mulai dikirim 6 staf PUSILKOM UI ke Amerika Serikat untuk studi lanjutan. Ir. Joseph (Jos) F.P. Luhukay (alumni Fakultas Teknik) diantaranya dikirim ke Universitas Illinois di Urbana-Champaign (UIUC). Jos Luhukay pertama mengenal teknologi internet ketika sedang melakukan berada di UIUC.
[sunting] Era 1980an
Pada awal 1980an, PUSILKOM memperoleh sebuah komputer super mini Data General MV/8000 berbasis AOS/VS. Ke-32 terminal serial/current loop dari super mini tersebut menyebar dibeberapa gedung kampus Salemba, sehingga dapat dikatakan merupakan cikal bakal jaringan kampus UI.
Jaringan ethernet UI mulai dibentuk ketika Jos memperoleh gelah Ph.D pada tahun 1982. Seiring dengan kepulangan ke tanah air pada tahun 1983, Jos membawa oleh-oleh seperangkat komputer unix "Dual Systems 83/20" berbasis Motorola 68000, serta server terminal ethernet "NTS" berbasis Intel 80186. Kehadiran kedua perangkat ini menandai dimulainya dua era sekali gus: "Networking" dan "Unix". Pada saat itu, di PUSILKOM UI juga terdapat sejumlah komputer mikro Apple, serta sebuah IBM XT asli (dua box).
Tahun 1984 R.M.Samik Ibrahim lulus dari Fisika ITB dan bekerja di PUSILKOM UI. Universitas Indonesia pertama kali terhubung dengan dunia luar pada tahun 1986, melalui UUCP (Unix-to-Unix-Copy Protocol) dengan hubungan ke Korea (KAIST) dan Seismo (Arlington, USA). PUSILKOM UI kemudian bekerja sama dengan Profesor Kim Nam Cong dari Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), dari mana mereka mempelajari communication network. KAIST ketika itu memiliki link dengan Seizmic Research (Seismo), suatu instansi di Arlington-Virginia, AS. (Salah seorang staff Seizmic Research, Rick Adams, kemudian memisahkan diri dan pada tahun 1988 membentuk UUNet Technology atau yang dikenal sebagai UUNet.
Sifat jaringan di UI itu lebih bersifat utility dibantungkan sarana riset; system yang dibentuk lebih bersifat operasional, dan e-mail account pun diberikan pada mereka yang terlibat langsung di Computer Center atau pada mereka yang memiliki hubungan baik dengan computer center tsb. E-mail dipergunakan hanya internal computer center dan kadang juga untuk mengontak kolega yang berada di luar negeri.
Lambatnya upaya mengembangkan jaringan tersebut ditambah lagi dengan fakta bahwa berbagai upaya yang dilakukan untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia saat itu sering menemui jalan buntu, karena sulitnya mendapatkan persetujuan proposal yang berhubungan dengan upaya pengembangan / development jaringan, dari pemerintah, sementara kemungkinan untuk membuat jaringan sendiri masih terhalang urusan keuangan (mahalnya peralatan teknis yang dibutuhkan untuk men-set-up jaringan).
Pada tahun 1980an ini memang ada beberapa upaya koneksi jaringan seperti Uninet dan AusiaNet, tapi Samik Ibrahim tidak melihat hal tersebut sebagai suatu keberhasilan, karena terbatasnya perkembangan jaringan tersebut. Ia sendiri sejauh itu tidak terlibat langsung dengan hal-hal teknis, karena ia masih berkonsentrasi dengan social science serta manajemen dan administrasi project.
Pada tahun 1986, Josep Luhukay memperoleh bantuan dana dari World Bank / Bank Dunia untuk proyek UNINET. Proyek jaringan internet ini sedianya dimaksudkan untuk menghubungkan universitas-universitas besar di Indonesia, seperti UI sendiri, ITB-Bandung, IPB-Bogor, ITS-Surabaya, UGM-Yogyakarta, dan UnHas-Makassar. Namun universitas-universitas tersebut belum dapat menyediakan infrastruktur yang diperlukan maupun mempertahankan koneksi internet, karena mahalnya biaya yang diperlukan untuk semua itu ditambah tingginya biaya sambungan jarak jauh per-telepon (dial up connections) yang diperlukan untuk terhubung dengan internet. Terlebih lagi, menurut Samik Ibrahim, ada kecenderungan di Indonesia bahwa project-project yang dilakukan kebanyakan tidak memiliki kelanjutan, dalam pengertian, setelah project selesai sesuai rencana yang dituangkan dalam proposal, budget project juga habis, maka tidak ada kelanjutan pendanaan apalagi post-project efforts untuk meneruskan kegiatan hingga bisa mengembangkan hasil project –dalam hal ini, teknologi dan penerapan selanjutnya. Problem discontinuity ini menurut Samik merupakan salah satu problem yang menghambat perkembangan dalam berbagai bidang.
Menurut Samik Ibrahim, hal tersebut antara lain karena berbelit-belitnya birokrasi dan lamanya approval suatu proposal project, sehingga ketika proposal disetujui pun teknologi yang akan dikembangkan sesuai proposal tersebut sudah menjadi ketinggalan jaman, tidak up-to-date.
Kampus UI pindah ke Depok tahun 1988. Ketika itu memang belum ada networking di UI, karena keterbatasan sarana dan infrastruktur.
Era 1990an
Kesulitan tersebut bertambah dengan adanya liberalisasi perbankan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1988 yang membutuhkan banyak SDM. Orang-orang computer center UI kemudian beralih-bidang ke perbankan, termasuk Jos Luhukay – yang sempat menjadi Presdir Bank Lippo. Jos memboyong (hampir) semua orang "lantai 4". Dapat dikatakan, yang tertinggal hanya puing-puing sehingga semua perlu dibangun kembali dari nol.