AFP/Carmelo Rubio/RFEF
Jauh-jauh hari sebelum dimulainya turnamen terbesar untuk negara-negara Eropa ini dimulai berbagai pihak telah mencoba mereka-reka siapa yang akan keluar sebagai juara. Mulai dari media massa, pengamat sepakbola, hingga bursa taruhan, kebanyakan menempatkan Jerman di urutan teratas.
Kalaupun bukan Der Panzer, paling-paling muncul nama Italia atau Prancis. Wajar saja, Italia dan Prancis adalah finalis Piala Dunia 2006 lalu. Sedangkan Jerman, siapapun tahu kalau mereka adalah tim spesialis turnamen.
Prestasi "Tim Panser" sejak tahun 2002 juga tidak jelek-jelek amat. Meski gagal lolos dari fase grup pada Euro 2004, mereka berhasil menjadi finalis Piala Dunia 2002 dan merengkuh gelar juara ketiga pada Piala Dunia 2006.
Lalu, bagaimana dengan Spanyol? Seingat saya jarang orang yang menjagokan mereka akan menjadi juara. Mereka hampa gelar sejak tahun 1964--terakhir kali mereka merengkuh trofi Piala Eropa--dan selalu gagal menampilkan permainan terbaik jika berlaga di turnamen-turnamen besar. Padahal mereka selalu hebat ketika berlaga di babak kualifikasi.
Kalaupun ada yang terang-terangan yakin jika "Tim Matador" akan keluar sebagai kampiun, maka orang itu adalah Jose "The Special One" Mourinho. Pada awal bulan Juni silam, Mourinho mengeluarkan prediksinya itu dengan menimbang-nimbang kekuatan klub-klub Spanyol dan kemampuan beberapa pemain mereka yang bermain di luar tanah matador.
"Tradisi menunjukkan bahwa Spanyol sangat kuat di level klub, tetapi timnas mereka jarang bermain bagus di putaran final sebuah turnamen," ujarnya. "Saya pikir mereka akan berhasil kali ini, mereka memiliki banyak pemain bagus."
"Mereka memiliki pemain yang bermain di luar Spanyol dan telah beradptasi dengan baik dengan kultur sepakbola yang berbeda, terutama di Inggris," lanjutnya. "Saya berpikir (Cesc) Fabregas dan (Fernando) Torres yang bermain di Inggris telah banyak berkembang sebagai seorang pemain muda."
Sebenarnya ada satu hal lain yang belum disebutkan Mourinho, yakni kebersamaan tim. "Kami semua bersatu layaknya kepalan tangan, kepalan yang kuat. Saya tidak akan bosan mengatakan itu. Tapi kami adalah tim yang memiliki rasa kebersamaan yang kuat baik di dalam maupun di luar lapangan," aku Cesc Fabregas suatu waktu.
Well, ucapan Cesc ada benarnya juga. Penampilan Spanyol di lapangan memang memperlihatkan hal itu. Mereka begitu solid, operan-operan mengalir lancar dari lini tengah, dan penyerang mereka rajin melepaskan tembakan. Imbasnya, mereka menjadi satu-satunya tim yang belum pernah kalah sepanjang turnamen.
La Furia Roja akhirnya keluar sebagai juara Euro 2008. Lawan yang mereka tundukkan di final adalah tim yang paling digadang-gadang menjadi juara, Jerman. Sang pencetak gol tunggal di final, Fernando Torres, menyebut bahwa Luis Aragones adalah orang yang paling berjasa atas gelar tersebut.
"Manajer seperti ayah bagi kami. Dia senang memainkan sepakbola yang indah dan itulah yang terpenting bagi tim. Mungkin dialah bagian terpenting di balik kesuksesan ini. Ia memiliki kepercayaan yang besar kepada kami," tandas Torres.
Bagi Aragones sendiri titel juara ini berarti dua hal untuknya. Pertama adalah salam perpisahan yang manis karena tak akan melatih Spanyol lagi setelah ini, dan yang kedua adalah jawaban atas kritik yang ditujukan kepadanya.
Ya, Aragones cukup keras kepala dengan tidak memasukkan nama Raul Gonzales dan lebih mempertahankan tim yang dibawanya ke Euro saat ini. Padahal siapapun tahu kalau Raul merupakan anak emas Spanyol. Penampilannya musim lalu juga lumayan bagus. Ia berhasil menjadi pemain tersubur Real Madrid di Liga Spanyol dengan torehan 18 gol.
Tetapi ada satu momen di mana keputusan Aragones itu terbukti tepat. Ketika Spanyol menggulung Rusia 4-1 di fase grup, duet Torres dan David Villa tampil brilian. Torres menyumbang assist, sementara Villa mencetak hat-trick. Melihat itu kontan teman sekantor saya berujar, "Jadi, siapa yang butuh Raul?"
Category:
lainya
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses